Menumbuhkan Budaya Positif dalam Diri dan Lingkungan
Oleh: Moh. Alim, S.Pd.
Pembelajaran tentang visi guru penggerak telah usai. Di ujung pelatihan mandiri, kami mendapatkan kegiatan untuk melakukan aksi nyata merevisi (jika masih ada revisi dan penguatan pada tahap Koneksi Antarmateri) dan mengeksekusi rancangan BAGJA untuk prakarsa perubahan yang sudah dibuat pada tahap Demonstrasi Kontekstual. Aksi nyata ini akan menjadi sebuah praktik dalam pengembangan profesi berkelanjutan.
Memasuki modul 1.4. yaitu Budaya Positif. Pada bagian pendahuluan kami memahami capaian pembelajaran yang ingin dicapai dan alur pembelajaran. Adapun capaian pembelajaran yang dicanangkan adalah agar guru penggerak mampu: a) Menjelaskan konsep budaya positif yang berdasarkan pada konsep perubahan paradigma stimulus respons ke teori kontrol serta nilai-nilai kebajikan universal yang dijabarkan penerapannya pada modul ini, b) Menjelaskan konsep makna disiplin, keyakinan kelas, hukuman dan penghargaan, 5 kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan 5 posisi kontrol guru serta segitiga restitusi dan menerapkannya dalam ekosistem sekolah yang aman, dan berpihak pada murid, c) Menyusun strategi-strategi aksi nyata yang efektif dengan mewujudkan kolaborasi beserta seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta budaya positif yang dapat mengembangkan karakter murid, dan d) Menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif di sekolah dan mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.
Membaca bahan pembelajaran, terdapat tiga menu utama yaitu kebutuhan dasar manusia, posisi kontrol restirusi dan restitusi itu sendiri. Kami diberikan sebuah forum komunikasi modul untuk diskusi sesama calon guru penggerak dan fasilitator selama proses pembelajaran modul. Kami bisa saling memberikan penjelasan dan umpan balik sesama CGP dan mendapatkan penguatan dari fasilitator.
Beranjak ke bagian mulai dari diri, kami diajak untuk mengingat kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yaitu “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Dalam bagian Mulai Dari Diri kami diajak untuk refleksi diri sendiri atau menemukan dalam diri sendiri tentang bagaimana suasana positif itu diciptakan dalam lingkungan pembelajaran, bagaimana menciptakan suasana positif dalam pembelajaran, hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid, hingga membayangkan sekolah impian kita tentang terwujudnya disiplin poritif, bagaimana sikap guru dan murid yang ada dalam sekolah impian tersebut.
Selanjutnya kami melaksanakan pembelajaran mandiri di Eksplorasi Konsep. Banyak sekali konsep-konsep baru yang saya temukan. Diantaranya Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, Keyakinan Kelas, Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, Restitusi - Lima Posisi Kontrol, dan Restitusi - Segitiga Restitusi. Dalam masing-masing bagian, saya diajak untuk berdiskusi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Kaitannya dengan disiplin positif yang ada dalam lingkungan sekolah saya. Hingga bagaimana usaha dan rencana peningkatan munculnya budaya positif di lingkungan sekolah.
Selasa, 6 agustus 2024, saya dan teman-teman CGP satu kelas melaksanakan ruang kolaborasi bersama fasilitator dalam ruang virtual PMM. Ruang kolaborasi tersebut membahas tentang menganalisis kasus-kasus yang disediakan berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif bersama CGP lain dalam Komunitas Praktisi. Ruang kolaborasi ini kali pertama diadakan pada malam hari yaitu setelah salat maghrib. Hal ini tentunya menyesuaikan dengan kegiatan kami dan fasilitator. Kami dibagi menjadi tiga kelompok. Dengan jumlah anggota kelas yang hanya Sembilan orang. Memungkinkan sekali masing-masing kelompok terdiri dari tiga orang. Kami sepakat laki-laki yang berjumlah tiga orang tersebut berada dalam satu kelompok. Semua anggota kelas menyetujuinya. Pasti seru sekali. Kami kemudian memasuki room masing-masing.
Dalam LMS kami disuguhkan empat kasus yang berbeda berkaitan dengan lima posisi kontrol guru dan penerapan restitusi. Dalam kelompok kami diperintah untuk menganalisis semua kasus tersebut. Kemudian kami harus memilih satu kasus untuk kami presentasikan di tahapan pembelajaran berikutnya.
Diskusi kelompok satu sangat menarik. Mula-mula kami masih kaku karena waktunya malam hari dan rasa capek berkumpul karena aktivitas seharian. Akhirnya setelah setiap anggota kelompok memberikan masukan dan tanggapan, kami sangat gayeng dalam berdiskusi. Kami menyelesaikan diskusi tidak lebih dari enam puluh menit untuk empat kasus tersebut.
Banyak pelajaran yang kami dapatkan dalam menganalisis kasus tersebut. Diantaranya kami belajar bagaimana seorang guru sebisa mungkin untuk tidak menempatkan posisi kontrolnya sebagai penghukum. Namun guru harus belajar untuk menempatkan posisi kontrol dirinya sebagai teman atau manajer. Dengan memposisikan diri sebagai manajer, guru akan mewujudkan sebuah nilai kebajikan baru muncul dalam diri siswa. Dengan menjadi manajer, guru juga telah melakukan penerapan segitiga restitusi, yaitu Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity), Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh), dan Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief). Dengan penerapan segitiga restitusi guru akan menyelesaikan masalah atau kasus yang dialami siswa tanpa melakukan tindakan kekerasan atau membuat siswa merasa bersalah. Siswa akan secara sadar meyakini bahwa hal yang dilakukan itu salah atau keliru dan siswa akan berusaha melakukan suatu hal baik baru dan meninggalkan hal buruk yang telah ia lakukan.
Salam dan Bahagia
Bojonegoro, 8 Agustus 2024
Komentar
Posting Komentar