Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2019

Catatan Malam Buta

Gambar
Oleh: Mbah Alim Kita hendak ke mana Ketika kuasa tak mampu membentuk suasana sesama Hingga hilang laku-laku saudara Yang dahulu diperjuangkan bersama-sama Entah apa yang dimaksud berkurban Ketika yang lain singsingkan lengan Yang lain sorak-sorai tertawakan Cibiran dan hasutan jadi sarapan Aduan bahkan kambing hitam menjadi jalan keamanan Nasib diperjualbelikan Refleksi materi kehidupan tak lagi dicari Tak ada lagi langkah alternatif untuk suatu keinginan Dihentikan oleh kekuasaan yang menengadah tajam Di manakah lagi kucari seulas sapaan? Ketika hasil usaha tak ada lagi menjadi bahan pertimbangan Suka-suka saja buat A dan B Lebih baik ini dan itu Langkah tak lagi tentu Kawanan domba hilang kendalinya Serakan nyawa tak lagi memiliki arah nyata Hilang dibutakan oleh gulita Malam akan menjadi sesaat mengharukan Ketika bintang telah pergi kemana kau akan berpegangan? Kau jual kawan Kau kambingkan yang tak hitam Kau hitamkan suasana persaudaraan Hingga hilang

Kontekstual Perjuangan

Moh. Alim* Pada dasarnya kemerdekaan bukanlah puncak dari sebuah perjuangan. Perjuangan menjadi usaha setiap orang untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan atau diimpikan. Jika pada masa sebelum kemerdekaan, para pahlawan (pejuang) secara bersama-sama bertujuan untuk memerdekakan Negara Indonesia. Sehingga pada 18 Agustus 1945 tercapailah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan terus bergulir. Pada kisaran tahun 1965-1966, perjuangan Bangsa Indonesia mengarah kepada Pemusnahan Paham PKI dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Begitu seterusnya hingga munculnya orde baru (1966-1998). Kemudian muncul masa reformasi sebagai wujud perjuangan orang-orang pada masa itu demi mencapai tujuan-tujuan yang harus diadakan di Negara Indonesia. Begitu seterusnya hingga era milenium dan milenial pada saat ini. Jika pada masa dahulu perjuangan kemerdekaan berasal dari daerah-daerah. Kemudaian disatukan dengan gerakan pemuda-pemuda di tiap daerah. Sampai akhirnya bersatu pad

Dendang Malam

Oleh: _alim86 Duhai cintaku, jangan biarkan malam ini penuh rindu. Kita kaburkan angan semu. Kita buat petuah-petuah tak tentu. Kita semaikan niat bertemu. Aku di pelaminan rindu. Duhai hatiku, meski malam kemelut kelam. Tak jarang jangkrik-jangkrik jungkir balik mengharap pertemuan. Rinai rinduku untukmu telah menjulang. Kita tak ubahnya tetes-tetes suci embun di dedaunan. Niatku dan niatmu semisal. Ketika harumnya Kamboja malam semerbak di pelataran. Kasturi cahyamu mengusik kalbu. Hentakkan langkahku. Untuk sekedar berucap "aku rindu". Oh .... ===== Terkadang kita tidak sadar telah menghancurkan apa yang kita sanjung-sanjung sebagai peribadatan. Semisal dengan ungkapan "dia kok nggak mau belajar yaaa, padahal buku-buku dan materi di internet banyak sekali". Contoh lagi? "Pantas saja dia tak disayangi gurunya, dia selalu telat". Banyak sekali ungkapan-ungkapan seperti itu kita jumpai di sekitar kita. Bahkan mungkin saja secara tidak sadar, kita

Happy 18th

Gambar
Karya: Muhammad Alim "Kamu jangan menulis terus, entar botak lo" celoteh Mas Diki sambil lalu melewatiku. Aku hanya nyengir saja dengan tetap memegang bolpoin dan kertas. Aku sudah biasa mendengar ocehan-ocehan seperti itu. Rasa-rasanya seluruh teman seperusahaanku selalu mengolok apa yang aku lakukan, menulis. Secara apa yang dilakukan oleh perusahaanku jauh dari yang namanya tulisan. Pabrik kusen pintu dan jendela. Aku sudah lima tahun lebih mengikuti permintaan orangtuaku untuk bekerja di perusahaan milik pamanku ini. Meski bukan saudara kandung ayah dan ibuku, namun paman memberlakukanku sudah seperti anaknya sendiri. Sehingga aku bekerja bisa semaksimal mungkin. Seolah-olah aku mengerjakan milikku sendiri. Aku memang sudah sejak SMA suka menulis. Namun selama ini hanya untukku sendiri. Coretan-coretan bolpoin dalam buku tulis selalu kusimpan rapi. Hingga aku bertemu dengan seorang gadis gingsul setahun lalu. Dia mengikuti ayahnya membeli jendela di tempat kerja