Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin



Assalamu’alaikum, saya Moh. Alim, S.PdCalon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 11 Kabupaten Bojonegoro dari SMA Negeri 1 Kepohbaru Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pendidikan guru penggerak telah banyak mengubah mindset saya sebagai guru. Banyak hal yang sudah saya pelajari dan saya dapatkan. Selama menjadi CGP A11 ini saya didampingi oleh Ibu Titik Mulia Aminah selaku Fasilitator dan Bapak Fajar Setiawan selaku pengajar praktik. Dalam Pendidikan guru penggerak ini, saya tergabung di kelas 188-A Kab. Bojonegoro.


Tujuan Pembelajaran Khusus:

·     CGP membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan beraneka cara dan media.

·    CGP dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.

Sebelum saya menjelaskan rangkuman materi pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin, marilah kita renungkan kutipan berikut ini:

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang barharga/utama adalah yang terbaik”
(Bob Talbert)

Bob Talbert pernah berkata, “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”. Kalimat ini menyadarkan kita bahwa pendidikan tidak hanya tentang pelajaran di kelas, seperti matematika atau sains. Yang tak kalah penting adalah menanamkan nilai-nilai luhur seperti jujur, adil, peduli, dan sopan santun pada anak-anak sejak dini. Dengan begitu, kita akan mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia.

Dalam pembelajaran modul 3.1, kita belajar bagaimana seorang pemimpin, khususnya guru atau kepala sekolah, harus mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebaikan. Artinya, setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada apa yang benar dan baik, bukan hanya keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Pendidikan yang baik tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang baik. Seorang pemimpin pendidikan harus menjadi contoh dalam menerapkan nilai-nilai luhur dalam setiap tindakannya.

 

“Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis”
(Georg Wilhelm Friedrich Hegel)

Berdasarkan kutipan tersebut, pendidikan tidak hanya berfokus pada pengembangan kognitif, melainkan juga pada pembinaan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Pendidikan karakter menjadi semakin krusial di era modern ini. Pembentukan karakter yang kuat pada generasi muda sangat diperlukan untuk menghasilkan individu yang tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki moralitas yang tinggi.

 

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Ki Hajar Dewantara adalah tokoh pendidikan Indonesia. Filosofinya, yang dikenal dengan "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani," menekankan tiga prinsip utama:

1.    Ing Ngarsa Sung Tuladha: Seorang pemimpin harus memberi contoh yang baik.

2.    Ing Madya Mangun Karsa: Seorang pemimpin harus bisa memotivasi dan menginspirasi di tengah-tengah kelompoknya.

3.    Tut Wuri Handayani: Seorang pemimpin harus memberikan dorongan dan dukungan dari belakang, mendorong dan membiarkan yang dipimpin berkembang secara mandiri.

Dalam konteks pengambilan keputusan, filosofi ini mengajarkan bahwa pemimpin harus memimpin dengan memberikan contoh yang baik, mendorong kreativitas dan partisipasi dari bawah, serta memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan untuk memungkinkan anggota tim berkembang dan mengambil inisiatif sendiri.

Sedangkan Pratap Triloka merupakan pemikiran tentang keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Dalam konteks pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka dapat saling melengkapi:

1.    Keseimbangan dan Harmoni: Pratap Triloka mengajarkan pentingnya keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan dan pemahaman mendalam. Seorang pemimpin yang mengintegrasikan prinsip ini akan mengambil keputusan yang mempertimbangkan berbagai dimensi dan dampak dari keputusan tersebut, serta keseimbangan antara kebutuhan individu dan kelompok.

2.    Contoh dan Inspirasi: Filosofi Ki Hajar Dewantara menggarisbawahi pentingnya memberi contoh dan inspirasi. Pemimpin yang memahami filosofi ini akan tahu bahwa keputusan mereka harus mencerminkan nilai-nilai yang ingin mereka tanamkan dan bahwa keputusan tersebut harus menginspirasi orang lain untuk berperilaku dan bekerja dengan cara yang diharapkan.

3.    Dukungan dan Dorongan: Seperti prinsip Tut Wuri Handayani, seorang pemimpin yang baik harus memberikan dukungan dan dorongan, memungkinkan orang lain untuk berkembang dan berkontribusi secara efektif. Filosofi Pratap Triloka mendukung ini dengan menekankan pentingnya harmoni dan integrasi dalam seluruh sistem, yang membantu dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan inovasi.

 


Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Seorang guru penggerak senantiasa berpedoman pada nilai-nilai utama, yakni berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan inovatif. Nilai-nilai ini menjadi landasan setiap pengambilan keputusan. Setiap keputusan yang diambil harus berorientasi pada kepentingan murid, menunjukkan inisiatif pribadi, melibatkan kerja sama tim, serta didasari oleh evaluasi yang mendalam dan pemikiran kreatif. Selain itu, prinsip keadilan dan tanggung jawab juga menjadi pertimbangan penting dalam proses pengambilan keputusan.

 

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching adalah seperti memiliki seorang pemandu yang membantu kita membuat pilihan hidup yang lebih baik. Dalam sesi coaching, kita diajak untuk:

·           Menjelasakan tujuan: Kita akan dibantu untuk memahami apa yang sebenarnya ingin kita capai, sehingga keputusan yang kita ambil lebih fokus.

·           Melihat dari berbagai sudut: Kita akan diajak untuk melihat masalah dari berbagai sisi, sehingga kita bisa mendapatkan informasi yang lebih lengkap sebelum mengambil keputusan.

·           Merenungkan keputusan: Setelah mengambil keputusan, kita akan diajak untuk memikirkan kembali proses dan hasil dari keputusan tersebut, agar kita bisa belajar dari pengalaman.

Coaching dengan metode TIRTA sangat cocok untuk guru dan pendidik. Metode ini membantu kita menemukan akar masalah dan menemukan solusi yang tepat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam.

Secara singkat, coaching memberikan kita dukungan untuk membuat keputusan yang lebih baik. Dengan coaching, kita akan lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan dan lebih mampu mengembangkan diri.

 

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kecerdasan emosional memainkan peran krusial dalam proses pengambilan keputusan, khususnya dalam konteks dilema etika yang sering dihadapi oleh guru. Kemampuan untuk meregulasi emosi, berempati, dan menjaga hubungan interpersonal yang positif akan membekali guru untuk membuat keputusan yang lebih bertanggung jawab, adil, dan rasional, sehingga berkontribusi pada terciptanya lingkungan belajar yang kondusif.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Analisis studi kasus yang menyoroti dilema etika sangat bergantung pada kerangka nilai yang dianut oleh pendidik. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai universal seperti kebenaran, keadilan, dan integritas. Dengan merujuk pada nilai-nilai tersebut, pendidik dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya etis, tetapi juga konsisten dengan prinsip-prinsip moral yang mereka yakini. Pendekatan berbasis nilai ini mendorong pengambilan keputusan yang lebih rasional, reflektif, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

 

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat merupakan faktor kunci dalam menciptakan lingkungan yang positif dan produktif. Dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan, membangun kepercayaan, dan memperhatikan kesejahteraan bersama, keputusan yang etis dapat secara signifikan meningkatkan kualitas lingkungan, baik di institusi pendidikan, tempat kerja, maupun masyarakat secara luas.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan dalam pengambilan keputusan terkait dilema etika sering kali terkait dengan konflik nilai, tekanan eksternal, keterbatasan informasi, kompleksitas situasi, perbedaan perspektif, dan kepatuhan terhadap regulasi. Empat paradigma dilema etika yang sering berkaitan dengan lingkungan sekolah adalah:

1.    Individu lawan kelompok (individual vs community)

2.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4.    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Menyadari dan mengatasi tantangan ini secara proaktif dapat membantu kita dan sekolah membuat keputusan yang lebih baik dan lebih etis dalam lingkungan yang terus berubah.

 

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Proses pengambilan keputusan dalam pengajaran memiliki dampak signifikan terhadap otonomi peserta didik dalam pembelajaran. Seorang pendidik dituntut untuk memahami kebutuhan dan potensi individu peserta didik, merumuskan tujuan pembelajaran yang relevan, serta menerapkan pendekatan pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan pendidik untuk memenuhi kebutuhan belajar yang beragam berdasarkan kesiapan, minat, dan profil belajar peserta didik. Dengan demikian, lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung dapat tercipta, sehingga peserta didik dapat mencapai potensi optimalnya.

 

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas pendidikan yang diterima peserta didik. Keputusan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik dan menjunjung tinggi prinsip keadilan akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk mendukung perkembangan holistik peserta didik. Dengan memprioritaskan keterlibatan keluarga dan berkomitmen pada perbaikan berkelanjutan, pemimpin pembelajaran dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi masa depan peserta didik.

 


Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Modul 3.1 menegaskan interkonektivitas antara pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan dengan materi-materi sebelumnya. Prinsip-prinsip dilema etika dalam pengambilan keputusan harus selalu berakar pada nilai-nilai universal, tanggung jawab, dan kepentingan peserta didik. Konsep-konsep ini sejalan dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara, peran guru penggerak, dan pentingnya menciptakan budaya positif. Integrasi antara berbagai aspek ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang bijaksana dan bernilai akan berdampak signifikan pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar peserta didik.

 

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

A. Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sementara itu, bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah.

B. Empat paradigma pengambilan keputusan

1.    Individu lawan kelompok (individual vs community)

2.    Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3.    Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4.    Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

 C. Tiga prinsip pengambilan keputusan

1.         Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2.         Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3.         Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

 D. Sembilan langkah pengambilan keputusan

1.         Mengenali nilai yang bertentangan

2.         Menentukan pihak yang terlibat

3.         Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi

4.         Pengujian benar atau salah

5.         Pengujian paradigma benar lawan benar

6.         Melakukan prinsip resolusi

7.         Investigasi opsi trilema

8.         Buat keputusan

9.         Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

 

Hal-hal di luar dugaan saya adalah dalam mengambil keputusan sebagai guru atau pendidik kita diharuskan untuk memahami lebih dalam tentang masalah atau kasus dari perspektif yang berbeda. Karena dalam dilema etika terdapat nilai-nilai yang sama-sama benar tetapi saling bertentangan, dan dalam kasus bujukan moral terdapat nilai benar vs salah.

 

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul 3.1, proses pengambilan keputusan yang saya lakukan cenderung lebih intuitif dan hanya mempertimbangkan dampak jangka pendek. Namun, setelah mengikuti modul ini, saya menyadari bahwa pengambilan keputusan dalam konteks pendidikan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang dilema etika dan proses pengambilan keputusan yang lebih sistematis.

 

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Modul 3.1 telah meningkatkan kemampuan saya dalam mengambil keputusan, khususnya dalam situasi yang melibatkan dilema etika. Proses pengambilan keputusan saya menjadi lebih reflektif dan berlandaskan pada prinsip-prinsip etika yang kuat. Saya juga mampu menganalisis dan mengevaluasi keputusan dengan lebih kritis. Pemahaman ini sangat bermanfaat dalam konteks kepemimpinan, karena memungkinkan saya untuk membuat keputusan yang lebih adil, bijaksana, dan bertanggung jawab.

 

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Modul 3.1 telah memberikan fondasi yang kuat bagi saya dalam mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang etis dan bertanggung jawab. Sebagai individu, modul ini membantu saya dalam menyelaraskan keputusan dengan nilai-nilai universal yang saya anut. Sedangkan sebagai pemimpin, modul ini membekali saya dengan keterampilan yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan produktif. Secara keseluruhan, modul ini telah meningkatkan integritas dan kredibilitas saya sebagai seorang pendidik.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer