Sadulur Papat Limo Pancer
oleh: Devia Filsa Putri Anggraini
Di
tengah lorong-lorong rumah sakit yang
sepi, bau obat-obatan yang menyeruak tercium di hidung. Terdengar suara bayi
yang menangis keras, tepat jam 1 dini hari.
"Oekk
oekkk."
Terdengar
suara tangisan bayi yang masih merah dan mungil. Tangisannya seakan memberikan
kabar bahagia untuk keluarganya.
"Brakkk."
Seorang
laki-laki masuk ke dalam ruang bersalin itu dengan tergesa-gesa pakaian
lorengnya yang masih basah akibat hujan yang diterjangnya.
"Dokterrr,
di mana anak saya."
"Putri
Bapak masih dibersihkan, mohon tunggu sebentar saja."
Tak
lama setelah itu seorang Suster mendekat sambil menggendong bayi cantik itu
lalu menyerahkan kepada ayahnya.
"Allahu
akbar allahu akbar."
Hamid
langsung melantunkan adzan pada bayinya. Tangannya bergetar ketika merengkuh
tubuh mungil itu. Sudut bibir itu tak kuasa untuk tersenyum.
* * *
Setelah subuh tadi Hamid memutuskan pulang sebentar untuk berganti pakaian, karena baju lorengnya yang basah kuyup akibat menerjang hujan setelah menerima kabar bahwa istrinya melahirkan bayi yang mungil itu. Malam hari tadi tepat jam setengah 10 Hamid menerima telepon. Ia langsung bergegas pulang dari solo menuju bojonegoro.
"Cittt…", mobil yang ditumpangi berhenti di depan rumah
kayu kuno dengan perpaduan gaya modern yang terlihat begitu cantik.
"Le
lhang salin klambimu, wasi iku engko masuk angin!" .
("Nak cepat ganti
bajumu, lihat itu nanti masuk angina.")
Perintah
ibu Rahayu, sang ibu, pada putranya.
"Njehh,
Bu."
Tak
lama kemudian Hamid mendatangi ibunya seraya bertanya
"Buk,
niki pripun?"
("Bu, ini gimana?")
"Le,
umbaho ari-ari iku seng resik ojo nganti ijek rusoh."
("Nak, cuci ari-ari itu yang bersih jangan sampai masih kotor.")
"Njehh
buk, nek niki sampun kulo umbah terus pripun?"
Ibu
rahayu menjelaskan semua yang harus dilakukan putranya dengan baik dan benar.
Dimulai dari mencuci ari-ari sang cucu sampai bersih, membungkus ari-ari dengan
kain putih lalu dimasukkan ke dalam kendi kecil. Setelah itu kendil yang berisi
ari-ari bayi dikubur tepat di samping pintu ruang tengah. Sementara itu, di dapur
bu Rahayu sedang sibuk memasak makanan yang dibuat sebagai syukuran atau dalam
masyarakat Jawa biasa disebut acara brokohan. Jadi brokohan adalah tradisi adat
Jawa yang dilaksanakan oleh seseorang ketika seorang Ibu melahirkan anak,
dengan harapan bisa mendapatkan keberkahan.
* * *
Satu
minggu sudah bayi cantik itu lahir di dunia ini. Oleh orang tuanya diberi nama
Algia Acalapati. Hamid dan Maria sebagai orang tua banyak mengadakan acara
untuk menyambut putrinya itu dan saat ini ibu dari Maria, Mama Ani, datang
untuk bertemu dengan cucunya.
"Aduhh
cucu oma cantik banget iyakan, Pa?"
"Iya
cantik mirip banget sama Hamid kalau sama Maria cuma matanya aja yang mirip."
Balas Reynald akan pernyataan istrinya tadi.
"Ihhhh
Gia mirip sama aku, kalau mirip sama mas Hamid itu sekilas aja." Kesal
Maria karena semua orang bilang putrinya itu lebih mirip suaminya.
"Udah-udah
ngak usah ribut terus mama mau ke toilet dulu." Pamit Mama Ani.
"Omong-omong
pak Reynald bagaimana dengan perrjjj...... ”
"Astaga
apa ini??? " Teriakan itu membuat perbincangan semua orang terhenti
seketika.
"Ada
apa maa?" Tanya Hamid dengan panik dan tergesa-gesa mendekati Mama Ani.
"Inii,inii
INI APAAA??, mengapa ada kuburan di ruumahmu?"
"Itu
ari-ari dari Gia, Maa. Saya kubur di situ." Jelas Hamid pada ibu
mertuanya.
"Bukankah
ini termasuk syirik karena terlihat seperti kuburan."
"Ini
adalah tradisi orang jawa maa. Ini bukanlah syirik atau segala macam halnya."
Hamid mencoba untuk mengerti mertuanya, karena keluarga mereka berbeda dari
suku, etnis, budaya bahkan mereka berbeda keyakinan.
"Tapii
bukankah hal itu di dalam agamamu tidak boleh???"
"Hufft"
Hamid terlihat menghela nafas dengan berat. Mama mertuanya ini memang sedikit
menentang pernikahannya dengan Maria.
"Orang
Jawa percaya bahwa setiap orang yang lahir tidak pernah lahir sendirian. Kita
punya empat saudara yaitu, kakang kawah atau yang disebut air ketuban, adi
ari-ari atau disebut plasenta, getih atau yang disebut darah, puser atau pusar
bertali pada tali plasenta, dan pancer bisa juga disebut juga sebagai tubuh atau
yang berarti wadah. Masyarakat Jawa percaya bahwa sebagai manusia, kita harus
menyelaraskan kelima hal itu agar menjadi satu kesatuan yang utuh."
Mama
Ani diam tertegun mendengar banyak penjelasan dari Hamid. Semua orang
melanjutkan aktivitas masing-masing. Mama Ani kembali menggendong cucunya.
Komentar
Posting Komentar