Menulis itu bukan Hobi atau Bakat, Menulis itu Mau atau Tidak.

Catatan menulis bagi mereka
Oleh: Moh. Alim

Siapapun bisa menulis. Sejak SD kelas bawah kita sudah belajar menulis. Bahkan saat ini kelompok bermain pun sudah diajari menulis.

Perkembangan zaman menuntut orang untuk bisa menulis. Tak percaya? Siapa yang akan mengisi konten-konten menarik dalam segala sisi teknologi jika bukan seorang penulis. Penulis itu universal. Dia adalah observator nomor satu yang mendapatkan tugas menyampaikan informasi terpercaya melalui tulisan kepada semua orang penikmat/pemakai teknologi.

Apakah juga dalam masa yang berbasis digital seperti saat ini? Tentunya iya. Kita bisa melihat mulai dari e-book dari semua bidang kehidupan. Baik dari bidang agama, sosial, budaya, dan semuanya. Telah ada dalam e-literacy. Hal tersebut menunjukkan bahwa literasi tidak akan musnah dan berhenti karena perkembangan teknologi. Namun sebaliknya literasi akan sejalan dengan perkembangan zaman yang ada.

Menulis memang perlu sebuah kemauan. Menulis tidak hanya perlu keahlian. Seorang ahli itu ada karena dia mau dan telah terbiasa. Sepandai apapun orang dalam hal penguasaan bahasa (kaidah kepenulisan) dan hal-hal yang ada di dalamnya, jika dia tidak mau menulis, maka tak akan ada satu karya pun yang ia hasilkan.

Saya pernah beberapa kali membuktikan kepada peserta didik atau teman belajar di kelas X. Ketika saya memberikan tugas untuk menuliskan apa yang mereka fikirkan tentang tema (yang saya berikan), mereka dengan serta-merta menulis sesuai permintaan saya. Ketika saya memberikan batasan minimal enam kalimat dalam satu paragraf, mereka pun membuat minimal enam kalimat. Meski bentuknya ada yang tidak karuan (susunan kalimatnya berantakan), toh mereka bisa menulis.

Dalam hasil karya tulisan mereka, tentang ejaan dan pemilihan kata, itu menjadi ukuran penilaian nomor sekian. Karena hal tersebut dapat dipelajari dengan pembiasaan. Hal pertama adalah kemauan mereka dalam menulis. Hal kedua adalah isi tulisan mereka. Baru setelah itu adalah tentang diksi dan ejaan.

Jika kemudian mereka menulis beberapa kali. Saya yakin tulisan mereka akan semakin meningkat. Baik dalam segi muatan isi, diksi, dan ejaan. Pasti akan semakin baik. Setelah kemauan harus ada pembiasaan.

Jika kita sedang malas mengerjakan sesuatu, termasuk menulis, ingatlah kepada orang-orang yang kita cintai. Kondisi semangat dan kinerja kita pasti suatu saat akan drop. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Namun, tentunya kita tidak boleh selalu terpuruk dalam kemalasan tersebut. Bisa jadi ini adalah ujian dari Allah SWT untuk meningkatkan diri kita satu tingkat lebih baik dari hari kemarin. Karena tentunya tidak akan naik kelas seorang siswa jika tidak mengikuti ujian kenaikan kelas. Iya kan?

Mengingat orang yang kita cintai. Apa yang dapat kita berikan kepada orang yang kita cintai? Apakah rasa malas ini menyenangkan dia yang kita cintai? Tentunya tidak, bukan. Bahkan sebaliknya jika orang yang kita cintai mengetahui kondisi kita yang malas dan drop, pasti mereka akan sangat sedih. Kondisi kita yang lemah atau malas tak akan membuat mereka bahagia.

Jika mengingat orang yang kita cintai belum bisa membangkitkan semangat kita, maka ingatlah kepada orang-orang yang mencintai kita. Apa yang dapat kita berikan kepada mereka yang mencintai kita? Apakah malas dan kondisi drop ini yang kita berikan kepada mereka sebagai balasan cinta mereka? Jangan. Sekali lagi jangan. Itu sama halnya dengan membalas air susu dengan air tuba. Membalas kebaikan dengan keburukan.

Saya sering berbincang tentang hal ini kepada teman belajar saya. Ketika mereka asik-asik bermain-main di sekolah tanpa menghiraukan pelajaran, mereka sebenarnya secara tidak langsung telah mendzolimi kedua orang tua mereka yang selalu mencintai mereka. Betapa tidak, orang tua yang mencintai anak-anaknya, mengusahakan seluruh kebutuhan sekolah anak-anaknya, namun dibalas oleh si anak dengan rasa malas belajar, dan seenaknya berlalu tidak baik dengan sesama siswa dan gurunya. Lebih suka bermain game online atau offline daripada belajar mengerjakan soal. Itu semua adalah perbuatan dzolim kepada orang tua dan mendzolimi diri sendiri.

Kok jadi kemana-mana ya. Kembali ke pembahasan awal. Memang ada yang mengatakan bahwa menulis itu hobi, benar juga. Menulis itu bakat, tak ada salahnya. Namun yang pertama tetaplah menulis itu mau atau tidak mau. Mereka bisa mengatakan menulis itu hobi karena mereka sudah mau dan suka mengerjakan hal yang namanya menulis. Kemudian terbentuk menjadi hobi. Begitu pun juga yang mengatakan menulis itu bakat. Tak mungkin dia punya bakat menulis jika dia tak mau menulis. Bakat menulis yang ada itu tentunya adalah tempaan dari berpuluh-puluh kondisi mau yang telah terlewati. Sehingga akhirnya menulis bisa berwujud menjadi bakat.

Sebagai penutup pembahasan ini. Tepatlah jika diungkapkan tentang sebuah doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, tentang sikap malas dan teman-temannya.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari no.6367 dan Muslim no.2706, diungkapkan bahwa:

Anas bin Malik  Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membaca doa:
"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, pengecut/rasa takut, pikun/kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta fitnah/bencana kehidupan dan kematian."

Semoga kita semua dijauhkan dari sifat malas dan lemah dalam memerangi sifat malas. Mari kita semangatkan diri untuk memberikan hal terbaik untuk orang-orang yang kita cintai.

Rasulullah tidak menyukai orang-orang yang malas.

Bojonegoro, 30 Agustus 2019

#gerakanliterasinasional
#KBMbelajarbersamahebatsemua
#maribelajarlebih

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelopak Bunga yang Terakhir (ANGST STORE)

Analisis Teks Argumentasi

Meningkatkan Budaya Positif