Menulis adalah Jariyah yang Nyata
Oleh: Muhammad Alim
Beberapa waktu yang
lalu, setelah hampir tiga belas tahun sejak lulus SMA, saya ketemu lagi dengan
gadis manis petugas perpustakaan yang sekarang sudah menjadi ibu-ibu itu (ketika
saya bermain di SMA tempat saya belajar dulu), dia tiba-tiba menyapa nama saya.
Sontak saya kaget banget, karena tak terfikirkan sama sekali dan sudah pangling.
Saya sempat lupa namanya dan salah nama ketika membalas sapaannya. JJJ
(malu banget). Bagi saya, masa-masa SMA adalah masa paling penuh dengan buku
bacaan.
Meski demikian, greget
menulis sudah ada sejak saya duduk di kelas dua SMA. Hingga suatu ketika
coretan puisi saya hampir penuh satu buku (merk sinar dunia isi 36 lembar) dan
buku itu diminta teman saya sebagai kenang-kenangan. Padahal saya nggak tahu
bagaimana bentuk isi coretan puisi saya jika dinilai seperti puisi kebanyakan.
Paling-paling hanya coretan isi hati dan angan-angan kosong. Namun ada satu
peristiwa yang sampai sekarang masih saya ingat. Waktu itu teman dekat saya,
seorang cowok, minta dibuatkan sebuah puisi untuk ‘menembak’ (mengungkapkan isi
hati kepada) seorang cewek. Lucu saja menurut saya, lha wong saya saja belum
pernah pacaran saat itu kok disuruh membuat kata-kata untuk mengungkapkan cinta,
uneg-uneg saya dalam hati ketika itu. Akhirnya saya buatkan juga sebuah puisi
kasih sayang dengan bahan imajinasi dan berburu kosa kata di antara deretan
buku perpustakaan. Dan Alhamdulillah, jadi sepasang kekasih juga teman saya
tersebut dengan gadis idaman hatinya. JJJ
Waktu pun berlanjut,
ketika saya diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menuntut ilmu di Tepian
Mahakam, Samarinda, kedekatan saya dengan tulisan semakin kentara. Dan ketika
itu saya juga disuruh mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah
Madrasah Aliyah Swasta. Berbagai usaha untuk menyampaikan materi saya lakukan.
Sempat terbesit niat untuk mengajak siswa-siswi saya untuk mendatangi sebuah
penerbit media cetak, namun sampai saya pulang kampung ke Jawa belum juga
kesampaian. Jika saya fikir, mengajar pelajaran bahasa Indonesia tentunya harus
membaca dan menulis. Sehingga saya pun mencoba belajar menulis dengan media
blog dan pernah juga mengikuti event lomba menulis. Namun belum ada kesempatan
mendapatkan tindak lanjut dari event tersebut.
Dalam masa belajar ini
saya diberikan limpahan rezeki oleh Allah SWT untuk membeli buku-buku dari mata
kuliah yang saya lewati. Sampai-sampai setiap ada event bazar buku, saya dan
teman-teman kampus pasti langsung berburu buku di acara tersebut. Apakah timbal
balik dari kesempatan ini? Jika saya telah mempunyai banyak buku, kira-kira apa
yang akan saya hasilkan atau manfaat apa yang saya peroleh? Saya juga
mendapatkan kesempatan membeli novel Tilawah Cinta karya El Salman Ayashi. Niat
menulis saya semakin meningkat ketika itu. Namun, beribu tanda tanya besar
datang menghampiri relung hati saya. Bagaimana caranya agar saya bisa bertemu
dengan penulis? Bagaimana caranya agar saya bisa bertemu dengan kelompok
sastra? Dimanakah dapat saya temukan orang yang mampu mengajarkan kepada saya
untuk menulis yang benar? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya seputar menulis.
Saya mendapatkan sebuah
buku gratis dari teman mancing saya. Ketika dia memberikaan bukunya, dia berkata
“Bacalah ini dan carilah guru di Jawa”. Perkataan itu selalu saya fikirkan
setiap kali saya membuka buku pemberian itu. Hingga suatu ketika saya
dipertemukan oleh Allah SWT dengan seorang guru. Beliau adalah Al-habib
Haidarah Bin Habib Muhsin Al-Hinduan. Belum genap dua bulan berguru pada
Beliau, Beliau telah dirindukan oleh Allah SWT dan menemui-Nya. Semoga Beliau
selalu dalam berkasih sayang kepada Allah SWT. Aamiin..
Merasa
oleng diri ini ditinggalkan seorang guru yang baru saya ditemukan. Media sosial
dan teknologi membantu saya mengetuk rindu kepada guru saya tersebut untuk
mencari-cari mauidhah, nasehat-nasehat, dan petuntuk-petunjuk yang disampaikan
beliau semasa hidupnya. Guru dari guru saya adalah Al-Allamah Al-Munsyid Al-Hafidz
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, Tarim-Hadramaut-Yaman. Dari
Al-Habib Umar inilah saya menemukan pepatah dan nasehat yang sangat luar biasa
tentang menulis. Sebagaimana yang tampak dalam tulisan gambar foto beliau, beliau
mengatakan bahwa:
“Manusia akan mati jika
sudah masanya, tapi tulisan, bisa kekal selama-lamanya. Maka tulislah perkataan
yang menyebabkan kita gembira di akhirat kelak”.
Hal apakah yang akan
membahagiakan kita di akhirat kelas? Ketika nafas kita telah terputus, maka
terputuslah semua amal kebaikan kita. Namun ada tiga hal yang akan selalu
mengalir pahala kebaikannya sebagaimana yang terdapat dalam hadits Nabi Muhammad
SWT, tiga hal tersebut adalah shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
sholeh yaang mendoakan kedua orang tuanya.
Al-Habib Umar di atas mengatakan
bahwa, “Maka tulislah perkataan yang menyebabkan kita gembira di akhirat
kelak”. Hal ini dapat diartikan bahwa sebuah tulisan yang baik,
identitasnya akan sama seperti shodaqoh jariyah dan ilmu yang bermanfaat.
Bagaimana tidak, jika kita menuliskan suatu kata nasehat, kemudian tulisan
nasehat itu dibaca terus-menerus sampai meskipun kita sudah mati. Jika nasehat
itu dilakukan oleh seorang yang membacanya, maka kita akan mendapatkan kebaikan
seperti yang didapatkan oleh orang yang melakukan kebaikan tersebut, tanpa
mengurangi kebaikan yang diperolehnya.
Dalam penyampaian yang
lain Al-habib Umar bin Salim bin Hafidz mengatakan bahwa, “Ketika kita menulis
sesuatu, niatkanlah untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW”. Apakah
kira-kira perjuangan Rasulullah SAW? Rasulullah SAW diutus untuk menjadi Ramtalallil’alamiin,
menjadi rahmat bagi seluruh alam. Amanah lainnya yang diemban oleh
Rasulullah SAW adalah li utammima makarimal akhlak, untuk menyempurnakan
akhlak yang terpuji. Dengan tulisan, hendaklah kita niatkan untuk untuk
meneruskan perjuangan Rasulullah SAW tersebut. Sehingga tulisan kita
benar-benar selalu hidup dan memiliki nilai juang yang tinggi.
Niat menulis saya
semakin menjadi-jadi sejak dikumpulkan oleh Allah SWT dengan Komunitas Menulis
KBM (Kita Belajar Menulis). Meski kadang bagaimanapun bentuknya tulisan yang
saya kirim, namun keluarga KBM sangat mengapresiasi setiap tulisan yang dibuat
oleh anggotanya. Dengan itu, sedikit demi sedikit setiap anggota KBM akan
belajar menulis yang baik dan benar sesuai dengan kaidah menulis bahasa
Indonesia. Komunitas Menulis KBM yang didirikan oleh Bapak Slamet Widodo
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro) ini benar-benar mampu sebagai
wadah belajar menulis.
Angan-angan dan
cita-cita saya telah terjawab oleh penyampaian Al-Habib Umar bin Salim bin
Hafidz. Bahwa menulis yang baik itu adalah ladang amal jariyah bagi penulis.
Menulis yaang baaik juga menjadi penerus perjuangan Nabi Muhammad SAW
dalam mendakwahkan Agama Islam dan
Mentauhidkan Allah SWT, membimbing manusia untuk beribadah kepada Allah SWT.
Sepintas angan saya
mengingat HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dalam perjalannya menulis. Sosok
penulis yang sangat terkenal. Karya-karya monumentalnya mampu menggetarkan
dunia kepenulisan hingga saat ini. Nilai-nilai perjuangan yang ada di dalam
karyanya menjadi teladan bagi kehidupan. Hingga terurai doa dalam hati saya,
semoga saja Allah SWT memberikan kekuatan kepada saya dalam menulis sebagaimana
kekuatan yang telah diberikan kepada beliau.
Dalam biografi
kepenulisannya, Buya HAMKA (sapaan akrabnya) adalah seorang yang sangat aktif,
dari menjadi seorang guru, organisasi keagamaan, politik, namun disela-sela kesibukannya
beliau tetap menulis. Karya-karya beliau mulai dari cerpen, novel, karya ilmiah
islami, sampai roman.
Pada tahun 1964 hingg
tahun 1966 beliau dipenjarakan oleh Pressiden Soekarno karena dituduh
pro-Malaysia. Namun, semasa dipenjarakan, beliau menulis Tafsir Al-Azhar (5
Jilid) yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Karya-karya beliau sangat kaya
akan nilai-nilai hidup bersaskan Syari’ai Islam. Sebagai penulis, Buya HAMKA
menyatakan ada empat syarat untuk menjadi pengarang. Pertama, memiliki daya
hayal atau imajinasi; kedua, memiliki kekuataan ingatan; ketiga, memiliki
kekuatan hafalan; dan keempat, memiliki kesanggupan mencurahkan tiga hal
tersebut menjadi sebuah tulisan.
Meskipun masih banyak
lagi cita-cita dan harapan saya ketika menjadi seorang penulis, namun biarlah
Allah SWT yang mengetahui dan Allah SWT Yang Maha Kuasa dalam mengabulkan
seluruh doa dan harapan hamba-Nya.
*
Kepohbaru, 03 Maret
2018
Komentar
Posting Komentar