Literasi Bukan Sekedar Baca-Tulis



Memasuki abad modern yang penuh dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang super canggih, kegiatan baca-tulis serasa angin lalu yang habis diperbincangkan saja. Manusia dihadapkan pada semakin cepatnya pergeseran waktu sehingga manusia sering lalai dan sering tanpa berfikir dua kali dalam melakukan suatu hal. Tentunya hal ini akan fatal jika akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah sesuatu yang negatif atau memberikan madhorot kepada pribadi orang tersebut dan orang di sekelilingnya.

Semakin menurunnya kaidah literasi dalam pelaksanaan kehidupan tak disadari sedikitpun oleh manusia. Hal ini dikarenakan akibat yang ditimbulkan tidak terasa secara langsung seketika itu. Baru kemudian jika manusia telah terpojok dan terhimpit dengan keadaan, dia mencari-cari apa dan mengapa sesuatu yang negatif ini menimpa dirinya.

Untuk itu, Pangesti (2016) memaparkan bahwa agar manusia mampu bertahan di abad 21, masyarakat harus menguasai enam literasi dasar, yaitu literasi baca-tulis, literasi berhitung, literasi sains, literasi teknologi informasi dan komunikasi, literasi keuangan, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Disamping literasi dasar tersebut, masih menurut Pangesti (2016), terdapat tiga literasi lainnya yang juga perlu dikuasai oleh manusia, yaitu literasi kesehatan, literasi keselamatan (jalan, mitigasi bencana), dan literasi kriminal (bagi siswa SD disebut “sekolah aman”). Literasi gestur pun perlu dipelajari untuk mendukung keterpahaman makna teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para disabilitas.

Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah proses agar siswa menjadi literat, warga sekolah menjadi literat, yang akhirnya literasi dapat berubah menjadi kultur atau budaya yang dimiliki individu atau sekolah. Dalam konteks GLS, literasi merupakan kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara (Panduan GLS SMA 2016).

Mengembangkan budaya literasi diadakan sebagai upaya menjembatani peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk kehidupannya sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang. Literasi adalah belajar, sedangkan belajar sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW bahwa belajar (menuntut ilmu) itu berlangsung dari masa buaian hingga datangnya kematian.

Untuk mengantar seorang peserta didik menjadi warga yang literat dan pembelajar sepanjang hayat, dibutuhkan usaha yang maksimal dari berbagai pihak termasuk sekolah. Sekolah sebagai rumah kedua bagi siswa, berkewajiban untuk membimbing peserta didik agar mampu mengembangkan dirinya dan mengetahui minat-bakat yang dimilikinya sehingga selepas dari pendidikan menengah ini siswa siap menghadapi kerasnya persaingan yang ada di dalam masyarakat.

Semoga Allah SWT selalu memudahkan para pendidik dan kependidikan serta pemangku kepentingan dalam melaksanakan amanat yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
Aamiin.
*
Oleh : Muhammad Alim, S.Pd
Kepohbaru, 06 Maret 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelopak Bunga yang Terakhir (ANGST STORE)

Analisis Teks Argumentasi

Meningkatkan Budaya Positif