Dawuh Kiyai #1
Oleh: Moh. Alim
"Berdzikirlah (ingatlah) kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingatmu..."
Sahabat pasti hafal dengan terjemahan ayat Alquran tersebut. Namun apakah kita pernah melaksanakannya? Sudah. Berapa kali sehari? Lima kali, dalam salat. Atau saat kita susah saja kita mengingat Allah SWT. Jika demikian, mungkin benar jika dikatakan bahwa musibah yang ada di sekeliling kita itu bertujuan agar manusia mengingat Allah, Sang Pencipta. Itu lebih baik, akan lebih parah jika musibah itu adalah adzab dari Allah SWT. Naudzubillah waiyyadzubillah min dzalik.
Sesi kali ini kita akan membahas bagaimana kita bertindak
selama ini. Misal ketika kita menginginkan sebuah motor, apakah yang akan kita
lakukan? Beli, tentunya. Jika tak ada uang? Usaha. Pernahkah kita mengingat
Allah SWT terlebih dahulu ketika menginginkan sebuah motor?
Kita tidak pernah berfikir, jika saya punya motor apakah
Allah ridho? Jika saya punya motor apakah bisa membuat saya lebih dekat dengan
Allah? Lebih taqwa kepada Allah? Atau sebaliknya kita malah akan lebih sombong?
Padahal sombong adalah haqqullah.
Kiyai saya mengatakan bahwa untuk mendapatkan suatu hal,
pertama kali yang harus kita lakukan adalah mendekat kepada Sang Pemilik
sesuatu itu. Baik itu hal fisik maupun psikis. Baik itu keinginan yang bersifat
jasmani maupun rohani.
Misalnya, dalam berorganisasi. Jika kita ingin organisasi
kita itu baik dan bisa berjalan dengan Ridha Allah, maka ikatlah setiap anggota
yang ada dengan agama Allah. Diajak salat berjamaah, atau berdzikir bersama,
istighosah. Karena jika keterikatan bathin telah kuat, maka pekerjaan fisik
yang diinginkan akan kuat dan bernilai.
Saya kembali teringat apa yang disampaikan oleh Founder H1A
dan HBO. Bagaimana sebuah antologi cerpen bisa terjual hingga 5.000 eksemplar
lebih untuk setiap judul bukunya. Tak lain dan tak bukan karena kekuatan
anggota dalam ikatan bathinnya sangat luar biasa. Ada kegiatan Nariyah, Setoran
Baca Al-Qur'an, dan kegiatan keagamaan lainnya yang dilaksanakan secara bersama
(online dan offline) dan dirasakan bersama-sama oleh setiap anggotanya.
Perasaan sepersatuan dalam iman dan taqwa yang sama,
menjadikan kekuatan yang tiada batas.
Mengingat kembali dua lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya,
berikut ini:
.......
"Bangunlah jiwanya"
"Bangunlah badannya"
.......
Dalam dua larik tersebut jelas bahwa yang perlu dibangun
terlebih dahulu adalah jiwa, bukan badan.
Jika prioritas pembangunan hanya fisik, maka kerusakan yang akan
didapat, bukan kemakmuran rakyat. Kita bisa melihat bagaimana
kebijakan-kebijakan itu bukan memperbaiki bahkan merusak jika tidak
memperhatikan jiwanya. Baik itu jiwa yang melaksanakan maupun jiwa yang akan
mendapat manfaat.
Normalisasi bahu jalan atau trotoar saja jika tidak
memperhatikan jiwa pedagang kaki lima akan merusak rakyat. Sehingga tercuatlah
perkataan PKL sumber macet, PKL membuat jalan kotor, dan sebagainya. Kita bisa
melihat bagaimana PKL itu pontang-panting lari ketika ada petugas yang hendak
menggusur mereka. Mungkin ada yang mengatakan PKL-nya saja yang tidak mau taat
aturan. Dan sebagainya sehingga masalah tersebut menjadi sangat rumit dan
pelik.
Pendidikan pun demikian. Jika seorang anak itu dituntut
pandai saja, tanpa melihat psikis atau jiwanya, maka yang ada akan merusak
anak. Anak akan kolot dan menjadi congkak, sombong, tidak peduli sesama, dan
lain sebagainya.
Mengingat Allah tanpa batas. Agar Allah selalu mengingat
kita. Karena saat kita mengingat Allah, saat-saat itulah Allah mengingat kita.
Tak ada satupun makhluk yang pantas menjadi sandaran. Karena
sandaran segala sesuatu itu adalah haqqullah. Tak pantas disifatkan kepada
makhluk.
Mengingat manusia? Manusia tak akan mengingatmu selalu.
Manusia tempatnya salah dan lupa. Bahkan kita saja terkadang lupa nama
keponakan atau kerabat sendiri saking seringnya kita mengingat mereka. Hehee
kebalikannya yaa..
Bojonegoro, 25 Februari 2020
Komentar
Posting Komentar