Wayang Thengul

Karya: Dian Agustina

Siswa Kelas XI-6 SMAN 1 Kepohbaru

 

Malam itu Mahen sedang ada di sebuah acara desa yang menampilkan tontonan wayangan Thengul. Dia bersama teman-teman sebayanya menyaksikan acara tersebut.

Saat Mahen berjalan bersama teman-temannya dia tidak sengaja menabrak seseorang hingga terjatuh, dengan cepat Mahen menoleh.

"Maafkan aku. Aku sungguh tidak bermaksud untuk …." Mahen mengeluarkan tangan untuk membantunya.

Seseorang itu bangkit perlahan dan menerima uluran tangan Mahen, "Terima kasih, Mahen."

Mehen terkejut saat melihat siapa yang sudah dibantuannya. Eskpresi Mahen menjadi takut dan malu secara bersamaan.

"Kamu di sini?" Mahen bertanya dengan gugup.

"Iya. Aku ke sini untuk melihat acara wayang, karena kebetulan juga nenekku tinggal di sini." Tersenyum kecil.

Mehen hanya mengangguk dengan gugupnya. Dia selalu tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri saat melihat Naya. Gadis satu kelas yang selama ini dia suka namun tidak berani mengungkapnya.

"Aku pikir kamu tidak datang ke tempat seperti ini." Mahen terkekeh kecil.

"Kenapa tidak? Aku suka melihat acara seperti ini. Dari pada setiap hari aku hanya pergi berbelanja atau menghadiri acara penting perusahaan ayahku yang membosankan."

Mahen tersenyum, "Seharusnya kamu suka dengan apa yang kamu lakukan. Bukankah itu menyenangkan, Nay?"

"Aku sudah bosan dengan hal itu." Naya menjawab singkat sambari tersenyum kepada Mahen.

"Apakah kau tahu nanti wayang apa yang ditampilkan?" tanya Naya kepada Mahen.

"Nanti akan menampilkan wayang Thengul." Jawab Mahen.



Sumber gambar: https://kominfo.jatimprov.go.id/berita/wayang-thengul-seni-pertunjukan-khas-bojonegoro

"Sayangnya aku tidak terlalu mengerti tentang hal semacam ini." Jelasnya kepada Mahen.

Mahen pun sudah mengira bahwa Naya pasti tidak mengetahui hal semacam ini.

Mahen hanya tersenyum, lalu menjelaskan tentang wayang Thengul sendiri merupakan kesenian Bojonegoro yang mirip wayang golek. Namun ada perbedaan dari sisi cerita yang diangkat dan karakter tokohnya.

"Aku baru tahu bahwa Bojonegoro memiliki kesenian wayang juga yaa?" Naya menyahut penjelasan Mahen."

 "Kau mana ngerti tentang hal seperti ini." Ledek Mahen.

Naya mengerti ke mana arah pembicaraan Mahen. Dia tau jika Mahen mungkin berpikir bahwa seseorang yang dari keluarga seperti Naya tidak akan datang ke acara seperti ini.

"Kamu tahu, aku lebih suka sesuatu yang sederhana dari pada sebuah kemewahan. Dari kecil aku sudah merasakan itu jadi ini mungkin saatnya mencoba hal baru."

"Hal baru?" Mahen menatap Naya dengan keseriusan, menunggu jawaban gadis itu.

"Ya. Aku menyukai kesederhanaan." kata Naya.

"Kesederhanaan?" Koreksi Mahen.

"Ya Mahen, begitu juga kamu. Kamu sederhana dan aku menyukaimu dengan kesederhanaanmu itu." tatapan mata Naya menunjukkan ketulusan dan kejujurannya.

Mehen tersipu dengan ucapan Naya, sejujurnya dia memang tidak pernah percaya diri saat berdekatan dengan Naya karena keluarga dan keuangan mereka sangat bertolak belakang satu sama lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meningkatkan Budaya Positif

Kreativitas Tidak Takut Gagal

Kelopak Bunga yang Terakhir (ANGST STORE)